Baru saja saya selesai nonton film Fireproof. Film ini menyadarkan saya akan makna "cinta tanpa pamrih". Alur ceritanya simpel saja--tentang kisah sepasang suami istri yang bertengkar karena ego masing-masing dan si istri berniat bercerai dengan suaminya. Si suami pun berniat hal yang sama. Niat suami berubah ketika pada satu ketika ayah si suami menyarankan agar ia berusaha selama 40 hari melakukan 40 cara yang sang ayah tulis dalam buku harian yang diberikan pada si suami.
Klimaks muncul pada hari ke-18 saat si suami berusaha memperbaiki pernikahan. Si suami begitu frustasi dan mengeluh tanpa henti pada ayahnya bahwa cara memperbaiki hubungan ini tidak akan berhasil karena istrinya masih saja apatis dan tak menghiraukan perubahannya. Rasa tertolak. Rasa tidak dicintai lagi. Diacuhkan. Bahkan rasa tidak dihormati sebagai suami. Rasa-rasa itu bertumpuk jadi satu dalam dirinya. Sampai akhirnya dari kekecewaan yang memuncak itu, sang ayah menyadarkan bahwa apa yang terjadi pada anaknya ini seperti apa yang dialami Yesus. Semua rasa tertolak, merasa tidak dicintai, direndahkan, dsb. tetap tidak melunturkan cintaNya kepada kita. Ini makna cinta tanpa pamrih itu. Si suami pun tersadar dan kembali melanjutkan perjuangannya. Bukan semata-mata mempertahankan pernikahan, melainkan karena ia telah mempunyai "cinta tanpa pamrih" pada istrinya.
Dari film ini saya belajar bahwa yang diperlukan dalam mempertahankan sebuah hubungan adalah sebuah unconditional love (cinta tanpa pamrih). Ketika kamu memutuskan untuk mencintai seseorang, bukan karena dia dapat memberikan keuntungan untukmu, bukan karena dia banyak berkorban materi untukmu, ataupun bukan karena kamu merasa bahwa makanmu, kebutuhan sehari-harimu, atau ragamu dapat terjaga karena usahanya, melainkan kamu memilihnya karena kamu mau mencintainya tanpa syarat! Kamu memilihnya karena kamu mau memutuskan untuk menghabiskan masa tua dengan kelebihan dan kekurangannya. Itu saja.
Pesing, 2012
Pesing, 2012
0 komentar:
Posting Komentar